Sangiran Sebagai Salah Satu Objek Wisata Sejarah


Salah satu objek wisata yang menarik di Kabupaten Sragen adalah Museum Sangiran yang berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah tersebut terletak di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (kurang lebih 17 km dari kota Solo). Kehadiran Sangiran merupakan contoh gambaran kehidupan manusia masa lampau karena situs ini merupakan situs fosil manusia purba paling lengkap dunia.
Luasnya mencapai 56 km2 yang meliputi tiga habitat, pola kehidupannya,binatang-binatang yang hidup bersamanya dan proses terjadinya bentang alam dalam kurun waktu tidak kurang dari 2 juta tahun yang lalu.
Sangiran sebenarnya adalah nama kembar dari dua pedukuhan kecil yang terletak di perbatasan antara Kabutan Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Pedukuhan ini di pisahkan oleh Kali Cemoro yang mengalir dari Kaki Gunung Merapi menuju ke Sungai Bengawan Solo. Saat ini nama Sangiran dijadikan nama dari sebuah kawasan situs manusia purba yang cukup penting dan jumlahnya yang sangat terbatas.
Situs Sangiran secara astronomi terletak antara 110049’ hingga 110053’ Bujur Timur, dan antara 07024’ hingga 07030’ Lintang Selatan. Situs Sangiran memiliki beberapa keutamaan antara lain, arealsebaran temuannya yang sangat luas, dan mengalami masa hunian oleh manusia purba paling lama.
Penelitian lebih intensif dilakukan tahun 1930-an oleh J.C. Van Es, dan dilanjutkan oleh GHR Von Koeningswald. Tahun 1930 Von Koeningswald berhasil menemukan tidak kurang dari seribu buah alat batu buatan manusia purba yang pernah hidup di Sangiran. Alat-alat batu tersebut umumnya dibuat dari batuan kalsedon yang dipecahkan sehingga mempunyai sisi tajam yang dapat digunakan untuk memotong. Alat batu jenis ini dalam ilmu arkeologi dikenal dengan nama alat serpih(flake industri).
Demikian tahun-tahun berikutnya banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba antara lain,  fosil Meganthropus paleojavanicus, fosil Pethecanthropus erectus, dan lain-lain.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koeningswald.
Lebih menarik lagi, di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Berdasarkan penelitian bahwa manusia ourba jenis Homo erectus yang ditemukan di wilayah Sangira sekitar lebih dari 100 individu yang mengalami masa evolusi tidak kurang dari 1 juta tahun. Dan ternyata jumlah ini mewakili 65% dari seluruh fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan merupakan 50% dari fosil sejenis yang ditemukan di dunia. Namun tidak hanya itu, kandungan batu yang pernah digunakan oelh manusia purba itu pun sangat banyak, sehingga kita bisa secara jelas mengetahui ataupun mengungkap kehidupan manusia purba beserta budaya yang berkembang saat itu.
Untuk melindungi dan melestarikan Situs Sangiran, maka pada tahun 1997 Pemerintah melalui Mentri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetakan Kawasan Sangiran dan sekitarnya sebagai Daerah Cagar Budaya (Sk Mentri P dan K No. 070/O/1977, Tanggal 15  Maret 1977).
Selanjutnya untuk meningkatkan status Situs Sangiran di mata dunia, maka pada tangga 25 Juni 1995 Situs Sangiran telah dinominasikan ke UNESCO agar tercatat sebagai salah satu warisan dunia. Akhirnya tanggal 5 Desember tahun 1996, melalui persidangan yang ketat, Situs Sangiran secara resmi diterima oleh UNESCO sebagai salah satu dari Warisan Budaya Dunia dan dicatat dalam “World Heritage List” nomer 593 dengan nama :”Sangiran Early Man Site”.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar